PEMBAHASAN
A. Sistem-Sistem Peminjaman Kuno
Sistem
peminjaman kuno ialah cara peminjaman yang dipergunakan sebelum adanya sistem
baru yang lebih baik. Pada mulanya buku diciptakan sebagai alat untuk
melestarikan informasi atau hasil kebudayaan. Kemudian pendapat itu berubah
menjadi buku adalah untuk dipergunakan. Maka mulailah buku dipinjamkan. Proses
inilah yang disebut sebagai sistem sirkulasi bahan perpustakaan. Sistem
peminjaman pada perpustakaan umum di AS lebih cepat berkembang dibandingkan
sistem peminjaman pada perpustakaan perguruan tinggi. Ini juga terjadi di
Indonesia. Pada saat perpustakaan umum mamakai sistem layanan terbuka,
perpustakaan perguruan tinggi masih mempergunakan sistem layanan tertutup.
Banyak
perpustakaan perguruan tinggi mengeluh banyak buku yang hilang jika
mempergunakan sistem layanan terbuka. Perpustakaan umum lebih
berani mencoba sistem layanan yang paling baik bagi petugas perpustakaan
maupun bagi anggotanya. Pencatatan peminjaman buku yang paling awal yang
dilakukan oleh perpustakaan umum ialah dengan cara mencatat nama pengarang,
judul buku, dan nama peminjam pada buku pencatatan peminjaman. Transaksi
peminjaman buku sehari berderet pada buku catatan peminjaman tersebut.
Kesulitan dijumpai pada saat mencari sebuah buku yang dipinjam, harus membuka
seluruh catatan dan memeriksanya satu persatu. Cara ini memakan waktu lama dan
sukar dilaksanakan, apalagi kalau peminjam dan buku yang dipinjam semakin
banyak.
B. Macam-macam sistem peminjaman kuno
·
Sistem Ledger
Perkembangan selanjutnya adalah
menggunakan sistem Ledger. Ini juga masih mempergunakan buku
catatan, tetapi buku catatan tersebut diberi nomor halaman. Setiap nomor
halaman diperuntukkan satu peminjam. Disanalah buku-buku yang dipinjam ditulis.
Ini agak memberikan kemudahan, terutama pada waktu pengembalian buku. Bila
ditanyakan kepada peminjam berapa nomor halaman untuknya, maka lokasinya cepat
ditemukan. Walaupun demikiann, sistem ini pun masih kurang efektif. Tetapi
masih dipakai sampai tahun 1860.
·
Sistem Dummy
Sistem peminjaman selanjutnya
adalah sistem dummy. Cara ini dimaksudkan untuk menghilangkan cara
pencatatan yang banyak setiap kali peminjaman. Juga untuk menghilangkan cara
membolak-balik halaman buku dan nama peminjam dalam mencari buku tertentu.
Sepotong
kayu atau papan berukuran sama dengan buku dibungkus dengan kertas, Inilah
disebut dummy. Padanya dituliskan nomor panggil, nama pengarang, dan judul
buku. Saat buku dipinjam, pada dummy tersebut dicatatkan nomor peminjam dan
tanggal buku yang harus kembali. Kemudian dummy diletakkan di rak, ditempat buku
yang dipinjam tersebut. Cara praktis yang mula-mula dipergunakan oleh sebuah
Sekolah Minggu ini lebih memudahkan orang jika ingin mengecak sebuah
buku. Sepintas bisa dilihat di rak, buku-buku yang dipinjam dan bilamana buku
tersebut harus kembali. Buku-buku yang tidak dipinjam, dummy-nya berjejer
didekat meja peminjaman.
·
Sistem Slip
Sistem dummy ini kemudian
berkembang menjadi sistem slip. Setiap buku yang akan dipinjam, dituliskan dulu
nomor buku, nama pengarang, judul buku, nama peminjam, alamat dan nomor anggota
peminjam, dan batas tanggal peminjaman. Slip dari buku-buku tersebut disimpan
di meja peminjaman. Ini lebih bagus dari sistem dummy yang catatan
peminjamannya bertebaran di rak.
·
Sistem Kartu Buku
Slip ini kemudian berkembang
menjadi kartu buku yang dimasukkan kedalam kantong buku. Setiap kali ada
peminjaman tinggal dituliskan nama peminjam dan tanggal kembalinya.
Peminjaman
pada perpustakaan umum semakin hari semakin bertambah. Maka perlu diadakan
sistem peminjaman yang mudah dan aman, yaitu menggunakan kartu. Kartu buku
ditempatkan pada setiap buku dan kartu keanggotaan, atau kartu peminjaman agar
buku-buku yang dipinjam oleh seorang tampak sekaligus. Di samping itu ada kartu
identifikasi anggota, sebagai tanda bahwa ia berhak mempergunakan perpustakaan.
Pada awal abad ke-20 muncullah Sistem Peminjaman Browne.
·
Sistem Peminjaman Browne ( Browne Charging
System)
Sistem peminjaman ini sudah lama
dipergunakan, terutama di Inggris. Sistem ini ditemukan akhir abad ke-19 oleh
Nina E. Browne, pustakawan dari Library Bereau Boston yang
juga sekretaris American Library Assosiation Publishing Board. Dalam
sistem pelayanan hastawi (manual), sistem ini memiliki kecepatan yang tinggi
jika dibandingkan sistem hastawi yang lain. Perpustakaan Nasional di Singapura
dan Perpustakaan The British Council di Jakarta mempergunakan
sistem peminjaman ini. Karena kecepatan dan sangat mudah pelaksanaannya, maka
perpustakaan sekolah mempergunakan sistem peminjaman Browne ini.
Tetapi
dengan datangnya sistem peminjaman berkomputer, sistem peminjaman Browne jadi
tersisih. Dengan tersisihnya sistem Browne dan transaksi peminjaman yang
semakin meningakat, ditambah kemajuan teknologi dalam sistem
perpustakaan integral berkomputer (ComputirzedIntegraltedLibrary System) seperti
VTLS (Virinia Tech Library System)dari USA, SISPUKOM (Sistem
Perpustakaan Berbasis Komputer) dari Malaysia, banyak sistem
perpustakaan menggunakan sistem tersebut. Menurut Beeham dan Harrison, sistem
peminjaman ini hanya cocok untuk perpustakaan kecil.
1. Alat-Alat
yang dipergunakan
Alat-alat yang dipergunakan untuk
sistem peminjaman Browne, yaitu:
a. Label
tanggal kembali, ditempelkan pada tiap-tiap buku.
b. Kantong
buku, untuk menempatkan kartu buku, ditempel pada bagian belakang buku.
c. Kartu
buku dimasukkan di kantong buku.
d. Tiket
untuk peminjaman, setiap buku satu tiket, diserahkan kepada pembaca, jumlahnya
sesuai dengan ketentuan maksimal boleh meminjam buku. Pada setiap tiket
peminjaman dituliskan nama dan alamat pembaca.
e. Kotak
tempat penyimpan tiket peminjaman.
f. Penunjuk
hari
g. Formulir
keanggotaan.
2. Proses
/ Cara peminjaman
Mereka
yang akan menjadi anggota perpustakaan harus mengisi formulir keanggotaan.
Formulir ini mencatat nama pembaca dan alamat rumah, sehingga kalau pembaca
lalai mengembalikan buku bisa ditegur. Jumlah tiket yang diberikan kepada
setiap pembaca dicantumkan di formulir keanggotaan. Beberapa nama dan alamat
rekan terdekat boleh dicantumkan sehingga kalau tidak berhasil menghubungi
pembaca tersebut, bisa bertanya kepada teman karibnya itu.
Pembaca
memperoleh tiket sebanyak maksimum ia boleh meminjam buku. Pada setiap tiket
dituliskan nama dan alamat pembaca. Pada waktu peminjaman, pembaca menyerahkan
tiket peminjaman yang diisi dengan kartu buku yang diambil dari buku yang mau
dipinjam. Petugas membubuhkan cap tanggal buku harus dikembalikan pada slip
tanggal kembali. Pembaca tidak usah menulis apa-apa di kartu buku atau pada
formulir lain. Yang ia kerjakan hanya mencabut kartu buku dari kantong kartu
buku yang menempel pada bagian belakang setiap buku. Pekerjaan ini jelas sangat
mudah dan tidak memakan banyak waktu.
Peminjam
yang banyak dan antre panjang dapat dilayani petugas dengan cepat. Yang perlu
dikerjakan ialah memperhatikan apakah kartu buku tersebut benar dari buku yang
dipinjam, dan tidak lupa membubuhkan stempel batas tanggal kembali pada
buku.jadi pembaca tidak lupa bilamana buku paling lambat harus dikembalikan.
Kemudian setelah pembaca reda petugas membubuhkan stempel tanggal kembali pada
setiap kartu buku yang di pinjam tadi.
Memang
seyogianya setiap buku yang dipinjam keluar, petugas harus membubuhkan stempel
batas tanggal kembali dislip tanggal kembali dan kartu buku. Tetapi demi
menjaga kecepatan dan melayani banyak pembaca yang terburu-buru, petugas bisa
mengerjakan yang penting dan pokok terlebih dahulu. Kemudian mengecek setiap
kartu buku yang bukunya dipinjam tadi dengan membubuhkan stempel batas tanggal
kembali. Sesudah itu petugas perpustakaan munyusun kartu-kartu buku yang sudah
berada pada kantong/tiket peminjaman tersebut menurut tanggal buku harus
kembali. Karena begitu banyaknya kartu buku yang dipinjam untuk tanggal dan
hari tersebut, maka disusun menurut urutan nomor panggil. Hal ini untuk
memudahkan kalau buku dikembalikan oleh pembaca.
3. Proses
/ Cara pengembalian
Pada
waktu mengembalikan, petugas melihat batas tanggal kembali, dan mengeceknya
dengan batas petunjuk tanggal. Di sana ditemukan kartu buku dan tiketnya.
Tiket/kantong peminjaman diberikan kepada peminjam, sedangkan kartu buku
diambil dan dimasukkan kedalam kantong buku dibuku yang baru dikembalikan tadi.
4. Keutungan
Sistem Browne
Adapun keuntungan menggunakan
sistem peminjaman Browne ini, yaitu:
a. Sederhana
b. Ekonomis
c. Dapat
melokasi buku apa saja yang dipinjam setiap saat.
d. Dapat
melokasi dan mengirim surat peringatan kepada peminjam yang melewati batas
waktu pinjam.
e. Memudahkan
pemesanan buku oleh peminjam yang lain.
f. Jumlah
buku yang dipinjam oleh masing-masing pembaca mudah di kontrol.
g. Tak
ada penundaan pengembalian buku ke rak begitu setelah buku dikembalikan oleh
peminjam.
h. Pemilikkan
tiket oleh pembaca membuktikan bahwa pembaca sudah tidak memiliki peminjaman
lagi.
5. Kerugian
Sistem Peminjaman Browne
Adapun kerugian dari sistem
peminjaman Browne ini, yaitu:
a. Sebagai
peminjaman manual cukup memakan waktu jika dibandingkan sistem peminjaman
berkomputer.
b. Mudah terjadi kesalahan
dalam peminjaman dan pengembalian, terutama kalau petugas perpustakaan tidak
tertib dan tidak adil.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Yang dimaksud dengan sistem peminjaman kuno ialah cara
peminjaman yang dipergunakan sebelum adanya sistem baru yang lebih baik. Pada
mulanya buku diciptakan sebagai alat untuk melestarikan informasi atau hasil
kebudayaan. Kemudian pendapat itu berubah menjadi buku adalah untuk dipergunakan.
Maka mulailah buku dipinjamkan. Proses inilah yang disebut sebagai sistem
sirkulasi bahan perpustakaan.
Kemudian sistem peminjaman kuno di perpustakaan dibagi menjadi
beberapa macam, yaitu Sistem Dummy, Sistem Legder, Sistem Slip, Sistem Kartu Buku dan
Sistem Peminjaman Browne. Dalam setiap masing-masing sistem mempunyai
kekurangan dan kelebihan untuk digunakan di Perpustakaan seluruh dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Martoatmojo, Kamidi. 2009. Pelayanan Bahan Pustaka. Jakarta:
Universitas Terbuka
Terimakasih atas kunjungannya. :)
No comments:
Post a Comment
Jangan lupa vote Blog ini yaa guys :) Thankyou